Begini Penyebabnya Kenapa, Banyak Pengungsi Rohingya Yang Mengungsi Ke Indonesia









Berita Dunia - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud  baru-baru ini menyatakan, terdapat 1.478 pengungsi Rohingya di Indonesia.Ribuan pengungsi asal Myanmar  tersebar di tempat penampungan darurat di Aceh, Medan dan Pekanbaru.



Namun sebagian besar pengungsi Rohingya telah tiba di provinsi Aceh, terutama sejak pertengahan bulan November. Jumlah pengungsi Rohingya di provinsi Aceh kini mencapai 1.684 orang, menurut penjabat gubernur provinsi Aceh Ahmad Marzuki pada Senin (12 November).Berada di Pidie, Sabang, serta Lhokseumawe.


Mengapa banyak pengungsi Rohingya yang mengungsi ke Indonesia?



Mutiara Pertiwi, dosen hubungan internasional Universitas Islam Jakarta (UIN), mengatakan  pengungsi Rohingya umumnya bermigrasi secara gelombang selama beberapa dekade.



Mutyara menjelaskan bahwa pada gelombang pertama pengungsi dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar, banyak orang Rohingya yang melakukan perjalanan melalui darat ke Bangladesh dan melalui laut ke negara-negara Asia Tenggara, khususnya Malaysia.


Mereka kemudian membentuk komunitas imigran gelap yang cukup besar di Malaysia. Negara tetangga ini memiliki perekonomian yang cukup maju sehingga menjadi tujuan migrasi populer bagi masyarakat Rohingya.


Namun,  kasus perdagangan manusia baru muncul pada tahun 2015 setelah ditemukannya kuburan massal korban.Sebagian besar korban adalah kelompok etnis Rohingya yang tinggal di perbatasan Thailand-Malaysia.


Sejak saat itu, keamanan perbatasan  kedua negara semakin diperketat sehingga mengakibatkan kelompok Rohingya seringkali terdampar di laut dan berakhir di wilayah perairan Indonesia.Hal ini menjadikan permasalahan ini sebagai krisis bagi para pencari suaka asal Indonesia.


Mutyara mengatakan pengungsi Rohingya mereka diklasifikasikan sebagai orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan oleh karena itu tidak aman bagi mereka untuk dipulangkan atau dikembalikan ke Myanmar.


Oleh karena itu, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) membuat kamp khusus bagi mereka di Cox's Bazar, Bangladesh. UNHCR juga membuat kamp pencari suaka di Pulau Bhasan Char, Bangladesh, untuk perluasan dan relokasi dari Cox's Bazar.

Nah, gelombang pengungsi  yang datang ke Indonesia akhir-akhir ini umumnya berasal dari Cox's Bazar.Mereka tidak mendapat kepastian masa depan, sehingga mempertaruhkan nyawa untuk bergabung dengan komunitas undocumented Rohingya di Malaysia yang cukup berkembang ekonominya," ucap Mutiara.



Jadi para pencari suaka Rohingya ini tersebar karena kombinasi intervensi rezim pengungsi internasional oleh UNHCR, kebijakan negara-negara Asia Tenggara, dan preferensi migrasi  Rohingya sendiri,” tambahnya.


Tempuh jalur berbahaya demi suaka

Para pengungsi Rohingya belakangan disebut-sebut terlibat dalam penyelundupan dan perdagangan manusia.



 Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Lalu Muhammad Iqbal mengatakan jaringan penyelundupan dan perdagangan manusia mengeksploitasi pengungsi Rohingya untuk memenuhi kepentingan ekonomi mereka.


Kuat dugaan pengungsi tersebut dieksploitasi melalui jaringan penyelundupan dan perdagangan manusia,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lal Muhammad Iqbal .


Mutiara membenarkan fenomena yang dialami banyak pengungsi Rohingya. Mereka berusaha mati-matian untuk bermigrasi melalui jaringan nelayan, atau bahkan terlibat dalam perdagangan manusia dan penyelundupan, hanya untuk mencari tempat tinggal yang aman.


Pengungsi yang nekat ini biasanya tidak memiliki kejelasan dalam mencari akomodasi.
Mereka menunggu berpuluh-puluh tahun tanpa kejelasan, namun akhirnya memutuskan untuk mengukir jalan mereka sendiri menuju tempat yang lebih menjanjikan.



Malaysia adalah salah satunya, dimana imigran gelap hidup dalam kondisi ekonomi yang baik.Inilah sebabnya mengapa banyak pengungsi Rohingya meninggalkan tempat penampungan dan mencari perlindungan di negara-negara tetangga.
Ini memang dilematis, UNHCR sendiri mempromosikan norma 'safe travel to asylum' dan mengimbau pencari suaka untuk menunggu penempatan di tempat transit/kamp resmi," ujar Mutiara.


Meski banyak orang yang menggunakan jalur ilegal ini, Mutiara mengatakan  pengungsi tidak boleh dianggap sebagai bagian dari jaringan kriminal.


Sebab dalam Konvensi Pengungsi, kata dia, ada prinsip "non penalisation", di mana pengungsi dan pencari suaka tidak bisa dikriminalisasi karena bermigrasi tanpa dokumen atau lewat jalur tikus

Namun "kewaspadaan tinggi"  sangat lazim terjadi di perbatasan. Paradigma ini  menganggap pihak yang membantu pengungsi dan pencari suaka di laut adalah pelaku perdagangan manusia dan jaringan  penyelundupan.


Tahun lalu, beberapa nelayan di Aceh dituduh melakukan perdagangan manusia karena menyelamatkan warga Rohingya dari laut. Hal ini juga berimplikasi pada persepsi masyarakat terhadap kelompok pencari suaka, khususnya di pusat-pusat penerimaan,” kata Mutiara.


KEKERASAN DI BANGLADESH Menurut UNHCR,  pengungsi Rohingya datang mencari suaka di negara lain karena mereka mulai putus asa dengan meningkatnya pembunuhan, penculikan, dan memburuknya keamanan di tempat asal mereka.


Laporan Human Rights Watch yang diterbitkan tahun ini menunjukkan geng-geng kriminal dan afiliasi dari kelompok-kelompok bersenjata telah mengancam para pengungsi di kamp-kamp Cox's Bazar, Bangladesh, selama beberapa waktu belakangan.


Seorang pengungsi Rohingya berusia 19 tahun yang baru-baru ini tiba di Aceh bersama keluarganya mengatakan kepada AFP bahwa para penjahat di Cox's Bazar mengancam dia dan keluarganya setiap hari. Dia bahkan rela membayar lebih dari $1.800 (sekitar Rp27,8 juta) untuk melakukan perjalanan menggunakan kapal tua menuju Indonesia," demikian laporan Deutsche Welle (DW).


Polisi Bangladesh juga melaporkan bahwa setidaknya 60 orang Rohingya dibunuh di kamp Cox's Bazar tahun ini. Selain itu, Nay San Lwin, salah satu pendiri jaringan aktivis Free Rohingya Coalition,  mengatakan kepada DW bahwa Program Pangan Dunia (WFP) telah memotong distribusi makanan kepada pengungsi awal tahun ini.


Oleh karena itu, sebagian besar pengungsi Rohingya kini harus bertahan hidup dengan $8 per bulan, atau sekitar Rp124,000.
Banyak orang di kamp pengungsi bergantung pada jatah makanan dari WFP, dan sulit mendapatkan makanan yang cukup  untuk jatah satu bulan sebesar $8 (sekitar 124.
000 rupee) per orang.
Hal itu tidak mungkin dilakukan saat ini," kata Lewin.
 


Baca Juga : Rekomendasi Game Slot Dana Terpercaya



 

Tidak ada komentar: