Krisis Gaza Memuncak: Israel Rencanakan Serangan Besar, Hamas Setuju Gencatan Senjata
Berita Dunia - Situasi di Jalur Gaza semakin memburuk seiring dengan rencana Israel untuk melancarkan serangan militer besar-besaran yang disebut sebagai "tanpa preseden", dengan tujuan menguasai hingga 75% wilayah Gaza. Sebanyak 450.000 pasukan cadangan telah dimobilisasi, dan perintah evakuasi telah dikeluarkan untuk wilayah selatan Gaza
Di sisi lain, Hamas telah menyetujui proposal gencatan senjata selama 60 hari yang diajukan oleh utusan khusus AS, Steve Witkoff, atas instruksi Presiden Donald Trump. Kesepakatan ini mencakup pembebasan 10 sandera Israel dalam dua tahap. Namun, pemerintah Israel belum memberikan tanggapan resmi terhadap proposal tersebut.
Korban dan Krisis Kemanusiaan
Sejak konflik kembali memanas pada Januari 2025, lebih dari 54.000 orang telah tewas dan 123.000 lainnya terluka di Gaza. Serangan udara terbaru Israel menewaskan sedikitnya 38 orang, termasuk anak-anak.
Blokade yang diberlakukan Israel sejak Maret telah menyebabkan kelaparan meluas. Organisasi Pangan Dunia (WFP) melaporkan bahwa semua dapur umum kehabisan persediaan makanan pada akhir April, dan lebih dari 65.000 anak-anak mengalami malnutrisi akut.
Bantuan Kemanusiaan dan Kontroversi
Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yang didukung oleh AS dan Israel, telah mulai mendistribusikan bantuan di Gaza. Namun, Hamas menolak skema ini, menuduhnya sebagai alat spionase dan senjata perang. PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya mengkritik pendekatan ini karena dianggap melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dan tidak menjamin distribusi bantuan yang adil.
Reaksi Internasional
Kanselir Jerman Friedrich Merz mengancam akan mengambil langkah-langkah terhadap Israel jika pelanggaran hukum humaniter terus berlanjut. Sementara itu, lebih dari 300 penulis Prancis menyerukan sanksi terhadap Israel, menyebut kampanye militernya sebagai genosida
Di Australia, Perdana Menteri Anthony Albanese mengkritik tindakan Israel di Gaza dan menyerukan pengakuan negara Palestina. Hal ini disambut baik oleh para pendukung Palestina dan memicu seruan untuk tindakan lebih lanjut dari pemerintah Australia.
Tidak ada komentar: